Rabu, 05 Desember 2012

EVALUASI DIRI SEKOLAH ( EDS )

             
                   TAHUN 2013 SELURUH SEKOLAH DI KABUPATEN LAMONGAN 
                                                     HARUS MELAKUKAN EDS              

              Evaluasi diri sekolah_EDS (School Self Evaluation_SSE)  akan menjadi komponen penting dalam kerangka perbaikan sistem kerja peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sekali pun dalam uji coba yang dilakukan saat ini, sebagian sekolah memandang kegiatan ini hanya cari-cari kerjaan, namun sebagian pengelola  sekolah yang lain  memahami bahwa EDS dan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) menumbuhkan keyakinan tinggi  dalam hal perbaikan mutu.
              Pelaksanaan SSE telah Australia laksanakan sejak beberapa tahun lalu,  mereka mengembangkan instrumen Evaluasi Diri sejak tahun 2007. Kini lembaga pendidikan formal di Australia telah berpengalaman melaksanakan SSE.  Kini giliran  Indonesia, mulai tahun 2010 mensosialisasikan program EDS dan kini mulai dilaksanakan di sekolah dari TK hingga pendidikan menengah.
              Evaluasi diri di negara tentangga telah berhasil meningkatkan pemahaman warga sekolah terhadap posisi  kinerjanya dalam peningkatan mutu. Mereka juga mulai terbiasa dengan pelaksanaan evaluasi dan menyusun laporan. Lebih dari  itu, SSE telah memicu pertumbuhan mutu pelayanan belajar.
Belajar dari pengalaman yang baik dari berbagai negara, karena yang menyelenggarakan evaluasi diri bukan hanya Australia, maka  Indonesia juga mengembangkan Intrumen EDS  untuk menunjang peningkatan mutu sekolah dalam memenuhi delapan SNP. Dalam hal ini sekolah Indonesia dipicu untuk menyeragamkan diri mengukur kinerja dengan prinsip yang sama.
             Ketika kita tengok model SSE di Austalia, tiap negara bagian dapat mengembangkan ciri khasnya dalam melakukan evaluasi diri. Seperti,  Australia Selatan mengembangkan instumen berdasarkan sembilan prinsip yaitu, fokus pada belajar, berpikir sistematis, kepemimpinan partisipatif; pengembangan kutur,  mendengarkan dan merespons; menyusun data,  menetapkan arah,  sumber daya target, dan peningkatan mutu berkelanjutan.
             Australia juga menempatkan peran sekolah untuk mengembangkan otonominya dalam menerapkan kebijakan mutu pendidikan. Hal ini terlihat dari  instrumen SSE-nya  dengan menggunakan lima pertanyaan sebagai poros penjaminan mutu seperti yang terlihat  di bawah ini:


Pertanyaan 




1. Apakah sekolah telah mencoba mencapai target hasil belajar siswa (student outcomes)?
                    
2. Apakah target hasil belajar siswa telah sekolah capai?
   
3. Mengapa sekalah mencapai/tidak mecapai peningkatan target hasil belajar siswa?
4. Bagaimana efektivitas manajemen sekolah dalam mengelola sumber daya yang menunjang  pencapaian target hasil belajar siswa?

5. Apa yang dapat selolah lakukan kemudian (masa depan) untuk melakukan perbaikan mutu berkelanjutan?

            EDS  di Indonesia SNP banget sehingga mendorong evaluator melupakan kondisi nyata sekolah sebagai konteks esensialnya.  Indonesia rupanya begitu yakin dengan kebenaran asumsi bahwa setiap idikator yang diukur pasti menjamin terwujudnya mutu. Hal itu terlihat pada pelaksanaan pelatihan para pengawas. Pengawas didorong untuk tidak menghiraukan  target-target relatif yang sekolah tetapkan.
              Program sekolah tidak menjadi kajian khusus sehingga efektivitas kinerja sekolah  hanya diukur dengan  produk kinerja sekolah dibandingkan dengan kriteria SNP. Jika tidak sesuai SNP maka sekolah belum menunjukkan kinerjanya yang berarti. Luar biasa!
Merespon kecendrungan itu, penulis memandang perlu agar kita lebih bijak, tidak mengembangkan pemikiran bahwa standar harus menyandra inisiatif sekolah. Standar Nasional Pendidikan bukan satu-satunya bahan pertimbangan untuk menilai kinerja.
             Menyandingkan kinerja sekolah dengan kriteria pemenuhan SNP tampa memperhatikan keragaman kemampuan sekolah yang sangat variatif tentu tidak bijak. Evaluator seyogyanya menggunakan  pendekatan kacamata kuda. Ada berbagai hal yang perlu menjadi perhatian, di antaranya, dimensi SNP, kondisi nyata sekolah, dan target yang sekolah tetapkan dalam programnya, keragaman daerah, keragaman sosial yang menunjang sekolah dan yang lainnya.
Melalui pendekatan multi dimensi, keragaman daerah, sumber daya, prestasi sekolah, dan kriteria mutu sesuai dengan SNP dihargai sehingga nilai yang sekolah peroleh dapat dilihat dari berbagai dimensi pula. Bisa terjadi sekolah belum mencapai target nasional, namun sudah menjadi terdepan di daerahnya, ada sekolah yang kurang beruntung karena baru memenuhi standar pelayanan minimal, namun memiliki guru-guru yang sangat berdedikasi.
              Pendekatan yang terlalu kaku karena menilai sekolah  menggunakan dimensi mutlak memenuhi SNP dalam melaksanakan EDS dapat menjadi kontraproduktif dan menimbulkan apriori  para pengelola sekolah terhadap usaha peningkatan mutu sekolah yang perlu proses yang lama, bertahap, dan peningkatannya tidak selalu cepat.
               Sesungguhnya ketika memutlakan karena kita hanya yakin dengan satu kebenaran bahwa penerapan SNP dengan tidak memperhatikan kondisi nyata sekolah, maka sesungguhnya kita sedang memutlakan bahwa asumsi SNP menjamin terwujudnya mutu lulusan sesuai dengan kebutuhan siswa di masa depan sungguh beresiko. Masalahnya adalah siapa yang bisa menjamin jika seluruh  kriteria SNP pasti mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan masa depan.
                 Oleh karena itu, untuk menilai keberhasilan sekolah perlu mempertimbangkan berbagai dimensi. Dimensi kompetensi lulusan adalah fokusnya, namun kompetensi lulusan yang bermutu itu harus sesuai dengan kebutuhan mutu  dalam konteks lokal, nasional, bahkan global. Dimensi lain adalah sumber daya yang sekolah miliki.
                 Setiap target sebaiknya ditetapkan secara optimal, namun dengan tetap berpijak pada kemampuan tiap sekolah. Perbaikan itu menjadi relatif, namun sekolah harus tetap didorong agar mampu meningkatkan kinerjannya, dan prinsip manajemen mutu adalah menghargai setiap kemajuan yang dapat sekolah capai walaupun baru sedikit saja.
                Dengan mempertimbangkan berbagai dimensi dalam melaksanakan pembaharuan mutu, maka penyelenggaran Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah  perlu dilakukan dengan hati-hati. Hargai mutu yang sekolah dapat raih sekali pun masih jauh dari standar nasional. Untuk memperoleh data yang bernilai, maka model pertanyaan yang digunakan Australia setidaknya dapat menginspirasi pengawas, Apa yang sesunggunya Tuan dan Puan cari di sekolah dalam melaksanakan MSPD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar