TAHUN 2013 SELURUH SEKOLAH DI KABUPATEN LAMONGAN
HARUS MELAKUKAN EDS
Evaluasi diri sekolah_EDS (School Self Evaluation_SSE) akan menjadi komponen penting dalam kerangka perbaikan sistem kerja peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sekali pun dalam uji coba yang dilakukan saat ini, sebagian sekolah memandang kegiatan ini hanya cari-cari kerjaan, namun sebagian pengelola sekolah yang lain memahami bahwa EDS dan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) menumbuhkan keyakinan tinggi dalam hal perbaikan mutu.
Pelaksanaan
SSE telah Australia laksanakan sejak beberapa tahun lalu, mereka
mengembangkan instrumen Evaluasi Diri sejak tahun 2007. Kini lembaga pendidikan
formal di Australia telah berpengalaman melaksanakan SSE. Kini
giliran Indonesia, mulai tahun 2010 mensosialisasikan program EDS dan kini
mulai dilaksanakan di sekolah dari TK hingga pendidikan menengah.
Evaluasi
diri di negara tentangga telah berhasil meningkatkan pemahaman warga sekolah
terhadap posisi kinerjanya dalam peningkatan mutu. Mereka juga mulai
terbiasa dengan pelaksanaan evaluasi dan menyusun laporan. Lebih dari
itu, SSE telah memicu pertumbuhan mutu pelayanan belajar.
Belajar dari
pengalaman yang baik dari berbagai negara, karena yang menyelenggarakan
evaluasi diri bukan hanya Australia, maka Indonesia juga mengembangkan
Intrumen EDS untuk menunjang peningkatan mutu sekolah dalam memenuhi
delapan SNP. Dalam hal ini sekolah Indonesia dipicu untuk menyeragamkan diri
mengukur kinerja dengan prinsip yang sama.
Ketika kita
tengok model SSE di Austalia, tiap negara bagian dapat mengembangkan ciri
khasnya dalam melakukan evaluasi diri. Seperti, Australia Selatan
mengembangkan instumen berdasarkan sembilan prinsip yaitu, fokus pada belajar,
berpikir sistematis, kepemimpinan partisipatif; pengembangan kutur,
mendengarkan dan merespons; menyusun data, menetapkan arah,
sumber daya target, dan peningkatan mutu berkelanjutan.
Australia
juga menempatkan peran sekolah untuk mengembangkan otonominya dalam menerapkan
kebijakan mutu pendidikan. Hal ini terlihat dari instrumen SSE-nya
dengan menggunakan lima pertanyaan sebagai poros penjaminan mutu seperti yang
terlihat di bawah ini:
Pertanyaan
|
1. Apakah
sekolah telah mencoba mencapai target hasil belajar siswa (student outcomes)?
|
2. Apakah
target hasil belajar siswa telah sekolah capai?
|
|
3. Mengapa
sekalah mencapai/tidak mecapai peningkatan target hasil belajar siswa?
|
|
4. Bagaimana
efektivitas manajemen sekolah dalam mengelola sumber daya yang menunjang pencapaian target hasil belajar siswa?
|
|
5. Apa yang
dapat selolah lakukan kemudian (masa depan) untuk melakukan perbaikan mutu
berkelanjutan?
|
EDS di
Indonesia SNP banget sehingga mendorong evaluator melupakan kondisi nyata
sekolah sebagai konteks esensialnya. Indonesia rupanya begitu yakin
dengan kebenaran asumsi bahwa setiap idikator yang diukur pasti menjamin
terwujudnya mutu. Hal itu terlihat pada pelaksanaan pelatihan para pengawas.
Pengawas didorong untuk tidak menghiraukan target-target relatif yang
sekolah tetapkan.
Program
sekolah tidak menjadi kajian khusus sehingga efektivitas kinerja sekolah
hanya diukur dengan produk kinerja sekolah dibandingkan dengan
kriteria SNP. Jika tidak sesuai SNP maka sekolah belum menunjukkan kinerjanya
yang berarti. Luar biasa!
Merespon
kecendrungan itu, penulis memandang perlu agar kita lebih bijak, tidak
mengembangkan pemikiran bahwa standar harus menyandra inisiatif sekolah.
Standar Nasional Pendidikan bukan satu-satunya bahan pertimbangan untuk menilai
kinerja.
Menyandingkan
kinerja sekolah dengan kriteria pemenuhan SNP tampa memperhatikan keragaman
kemampuan sekolah yang sangat variatif tentu tidak bijak. Evaluator seyogyanya
menggunakan pendekatan kacamata kuda. Ada berbagai hal yang perlu menjadi
perhatian, di antaranya, dimensi SNP, kondisi nyata sekolah, dan target yang
sekolah tetapkan dalam programnya, keragaman daerah, keragaman sosial yang
menunjang sekolah dan yang lainnya.
Melalui
pendekatan multi dimensi, keragaman daerah, sumber daya, prestasi sekolah, dan
kriteria mutu sesuai dengan SNP dihargai sehingga nilai yang sekolah peroleh
dapat dilihat dari berbagai dimensi pula. Bisa terjadi sekolah belum mencapai
target nasional, namun sudah menjadi terdepan di daerahnya, ada sekolah yang
kurang beruntung karena baru memenuhi standar pelayanan minimal, namun memiliki
guru-guru yang sangat berdedikasi.
Pendekatan
yang terlalu kaku karena menilai sekolah menggunakan dimensi mutlak
memenuhi SNP dalam melaksanakan EDS dapat menjadi kontraproduktif dan
menimbulkan apriori para pengelola sekolah terhadap usaha peningkatan
mutu sekolah yang perlu proses yang lama, bertahap, dan peningkatannya tidak
selalu cepat.
Sesungguhnya
ketika memutlakan karena kita hanya yakin dengan satu kebenaran bahwa penerapan
SNP dengan tidak memperhatikan kondisi nyata sekolah, maka sesungguhnya kita
sedang memutlakan bahwa asumsi SNP menjamin terwujudnya mutu lulusan sesuai
dengan kebutuhan siswa di masa depan sungguh beresiko. Masalahnya adalah siapa
yang bisa menjamin jika seluruh kriteria SNP pasti mutu pendidikan sesuai
dengan kebutuhan masa depan.
Oleh karena
itu, untuk menilai keberhasilan sekolah perlu mempertimbangkan berbagai
dimensi. Dimensi kompetensi lulusan adalah fokusnya, namun kompetensi lulusan
yang bermutu itu harus sesuai dengan kebutuhan mutu dalam konteks lokal,
nasional, bahkan global. Dimensi lain adalah sumber daya yang sekolah miliki.
Setiap
target sebaiknya ditetapkan secara optimal, namun dengan tetap berpijak pada
kemampuan tiap sekolah. Perbaikan itu menjadi relatif, namun sekolah harus
tetap didorong agar mampu meningkatkan kinerjannya, dan prinsip manajemen mutu
adalah menghargai setiap kemajuan yang dapat sekolah capai walaupun baru
sedikit saja.
Dengan
mempertimbangkan berbagai dimensi dalam melaksanakan pembaharuan mutu, maka
penyelenggaran Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah perlu dilakukan
dengan hati-hati. Hargai mutu yang sekolah dapat raih sekali pun masih jauh
dari standar nasional. Untuk memperoleh data yang bernilai, maka model
pertanyaan yang digunakan Australia setidaknya dapat menginspirasi pengawas,
Apa yang sesunggunya Tuan dan Puan cari di sekolah dalam melaksanakan MSPD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar