Rabu, 05 Desember 2012

APA DAN BAGAIMANA TEAM TEACHING ?



 Team teaching  atau pengajaran beregu dapat didefinisikan sebagai kelompok yang beranggotakan  dua orang guru atau lebih yang bekerja sama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran bagi kelompok peserta didik yang sama. Quinn dan Kanter (1984) sebagaimana dikutif Karin Goetz menjelaskan bahwa  pengajaran tim dapat berlangsung apabila kerja sama tim antara dua pendidik yang berkualifikasi sama.
Dalam kebersamaan itu mereka membuat perencanaan pembelajaran, bersama-sama menyajikan materi, dan bersama-sama pula melakukan evaluasi, remedial dan pengayaan. Kerja sama dilakukan dengan  membagi tanggung jawab dan peran yang jelas dalam mencapai tujuan yang lebih baik daripada pembelajaran yang ditangani sendiri.
Pengajaran tim atau beregu menurut Karin Goetz  dapat dibagi dalam dua kategori besar yaitu:
  • Kategori A: Kerja sama dua pendidik atau lebih yang mengajar siswa yang sama pada saat yang bersamaan di kelas yang sama.
  • Kategori B: Kerja sama dua pendidik atau lebih yang bekerja tidak selalu mengajar kelompok siswa yang sama dan tidak selalu pada waktu yang sama.
Pada kategori A ketika tim pendidik mengajarkan kelompok siswa yang sama maka  ada sejumlah peran yang berbeda yang mungkin harus guru laksanakan. Pada kategori pengajaran tim biasanya melibatkan kombinasi dari model ini sesuai dengan kepribadian, filsafat atau kekuatan dari tim guru serta kepribadian dan kekuatan dari peserta didik. Ada pun variasi kegiatan menurut Karin Goetz  meliputi kegiatan seperti di bawah ini.
  • Pengajaran Tim Tradisional: Dalam hal ini, para guru aktif berbagi tugas, materi, dan membangun keterampilan untuk semua siswa. Contoh, seorang guru dapat menyajikan materi baru untuk para siswa sedangkan guru lainnya membangun peta konsep yang ditayangkan  untuk membantu siswa yang sedang mendengarkan presentasi guru.
  • Pengajaran Kolaborasi: pengalaman akademis ini menggambarkan situasi pengajaran tim tradisional. Pada model ini guru bekerja sama dalam menyampaikan tujuan,  materi dan menerapkan strategi pembelajarn dengan bertukar dan mendiskusikan ide-ide dan teori di depan peserta didik. Tim guru bekerja sama dalam  kelompok belajar dengan menggunakan  teknik pembelajaran seperti pada kelompok kecil, diskusi yang dipimpin oleh siswa ataupun oleh guru.
  • Pendukung Tim Pengajaran: Kondisi ini terjadi ketika salah satu guru bertanggung jawab untuk mengajarkan materi kepada siswa, sedangkan guru lainnya memerankan tugas tindak lanjut seperti menjelaskan lebih lanjut, membantu siswa mengerjakan pekerjaan lanjutan, dan memantau kompetensi siswa dalam mengerjakan tugas sesuai instruksi.
  • Pembelajaran Paralel: Dalam kerja sama ini, kelas dibagi menjadi dua kelompok dan setiap guru bertanggung jawab untuk mengajar bahan yang sama kelompok yang lebih kecil kelompoknya lebih kecil. Model ini biasanya digunakan bersama dengan bentuk-bentuk pengajaran tim, dan ideal untuk situasi ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah, sebagai  fasilitator guru dapat  berkelana dan memberikan dukungan individual kepada siswa.
Pembelajaran kategori B terdiri dari berbagai model pengajaran tim dengan model kerja sama yang tidak selalu mengajarkan kelompok siswa yang sama juga tidak pada waktu yang sama. Kategori pengajaran tim seperti ini dapat dibagi dalam berbagai bentuk kerja sama:
  • Anggota tim bertemu untuk berbagi ide dan sumber daya tetapi berfungsi secara independen. Contoh, dalam satu semester guru tampil di kelas sendirian, dapat tampil di kelas yang sama, materi yang berbeda, namun mengajar dengan menggunakan rencana pembelajaran yang telah disepakti bersama. Diskusi antara anggota tim berlangsung dalam perencangan kurikulum secara bersama-sama. Anggota tim guru berbagi ide dan sumber daya tapi selain mengajar mandiri. Versi pembelajaran kooperatif seperti ini memerlukan pertemuan mingguan dan berbagai sumber belajar dan sumber daya lain. Tujuan dari pertemuan mingguan untuk membahas konsep-konsep yang akan dibahas pada minggu berikutnya di  kelas, untuk menyajikan materi,  cara-cara mengajar, menilai konsep yang akan diajarkan, dan untuk berbagi ide-ide baru dalam mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
  • Tim pendidik berbagai sumber belajar dan materi pelajaran: Dalam tim kerja sama ini  guru mengajar kelas mandiri, tetapi bahan-bahan,  sumber daya, materi, rencana pelajaran, buku pelajaran tambahan, alat peraga, model latihan, dan instrumen evaluasi berbagi di antara anggota tim.
  • Satu orang rencana kegiatan pembelajaran untuk seluruh tim. Model ini tidak mengambil keuntungan penuh dari konsep tim. Pelaksanaannya berkembang dengan cara menggabungkan  ide-ide individu. Kadang-kadang, karena keterbatasan waktu bisa terjadi satu orang merancang program untuk digunakan semua anggota tim.
  • Berbagi Tugas Perencanaan: pembelajaran dirancang bersama,  masing-masing instruktur mengajar di kelas berbeda, bahkan dapat di sekolah yang berbeda, namun  dirancang bersama-sama dengan cara menggabungkan tugas tiap individu menjadi dokumen bersama setelah dibahas bersama-sama.
Kedua  kategori itu menggambarkan pengaturan tugas yang jelas kepada anggota tim. Jenis pembagian tugas bergantung pada penetapan pilihan kategori oleh tim. Kesamaan yang mendasar dalam seluruh kategori adalah, anggota tim bertukar ide, berdiskusi, dan merumuskan tujuan, menetapkan target mutu  dalam bentuk indikator pencapaian kompetensi (IPK), menetapkan instrumen evaluasi, menetapkan materi pelajaran, menetapkan strategi pembelajaran, menetapkan strategi pelaksanaan evaluasi pembelajran, menetapkan strategi remedial dan pengayaan.
Strategi khusus dalam pelaksanaan model Pengajaran Tim Tradisional anggota tim  berbagi tugas dalam pelaksanaan kegiatan bersama. Model ini cocok untuk tim yang memenuhi kewajiban pelaksanaan tugas bersama seperti untuk pemenuhan persyaratan sertifikasi guru.
Model 1:
http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2011/01/New-Picture.pngModel 2:
http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2011/01/New-Picture-2.png
Pembagian tugas pada setiap kategori berbeda-beda dan dapat dilakukan atas persetujuan bersama dengan mempertimbangkan tujuan, target, dan strategi yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Adminstrasi
Kelengkapan administrasi team teaching sebagai bukti fisik memenuhi kewajiban guru mengajar yang perlu sekolah siapkan sebagai berikut.
  1. Surat keputusan pembagian tugas yang ditetapkan kepala sekolah.
  2. Dalam surat keputusan perlu ditetapkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh tim dan anggota tim sebagai bahan pertanggungjawaban tim dalam melaksanakan tugas.
  3. Jadwal mengajar.
  4. Dokumen Rencana Kegiatan Tim dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pebelajaran serta rincian pembagian tugas masing-masing.
  5. Agenda kelas atau lembar bukti fisik pelaksanaan tugs dalam kelas yang ditandatangani oleh anggota tim.
  6. Catatan kegiatan pembelajaran yang ditandatangani oleh anggota tim.
  7. Hasil evaluasi pembelajaran yang dilaporkan dan ditandatangani olen seluruh anggota tim.
Harapan Terhadap Pengajaran Beregu (Team Teaching)
Tim mengajar merupakan salah satu metode  untuk menguatka daya  dieksplorasi guru dan siswa sehingga dapat belajar dan bekarja lebih cepat.  Banyak keluhan guru yang menghadapi siswa terlalu banyak dalam kelas dan kelebihan guru sehingga tidak mendapatkan tugas 24 jam. Dan, secara teknis kedua masalah terjawab dengan melaksanakan  team teaching.
Pekerjaan yang dilakukan sendiri-sendiri dengan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dalam satu tim secara teori harus jauh lebih baik dalam bentuk tim yang menghasilakan keuntungan lebih banyak. Oleh karena itu, harapan yang lebih tinggi digantungkan pada  team teaching seharusnya lebih tinggi, tim bekerja kompak dan terorganisir.
Daftar Pustaka:
Karin Goetz., 2011, Prespective on Team Teaching,
http://people.ucalgary.ca/~egallery/goetz.html
Janel Flynn, 2011, What is Team Teaching?
http://www.ehow.com/about 4651920 what-team-teaching.html
Yeni Artiningsih, 2008. Team Teaching,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/28/team-teaching/

EVALUASI DIRI SEKOLAH ( EDS )

             
                   TAHUN 2013 SELURUH SEKOLAH DI KABUPATEN LAMONGAN 
                                                     HARUS MELAKUKAN EDS              

              Evaluasi diri sekolah_EDS (School Self Evaluation_SSE)  akan menjadi komponen penting dalam kerangka perbaikan sistem kerja peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sekali pun dalam uji coba yang dilakukan saat ini, sebagian sekolah memandang kegiatan ini hanya cari-cari kerjaan, namun sebagian pengelola  sekolah yang lain  memahami bahwa EDS dan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) menumbuhkan keyakinan tinggi  dalam hal perbaikan mutu.
              Pelaksanaan SSE telah Australia laksanakan sejak beberapa tahun lalu,  mereka mengembangkan instrumen Evaluasi Diri sejak tahun 2007. Kini lembaga pendidikan formal di Australia telah berpengalaman melaksanakan SSE.  Kini giliran  Indonesia, mulai tahun 2010 mensosialisasikan program EDS dan kini mulai dilaksanakan di sekolah dari TK hingga pendidikan menengah.
              Evaluasi diri di negara tentangga telah berhasil meningkatkan pemahaman warga sekolah terhadap posisi  kinerjanya dalam peningkatan mutu. Mereka juga mulai terbiasa dengan pelaksanaan evaluasi dan menyusun laporan. Lebih dari  itu, SSE telah memicu pertumbuhan mutu pelayanan belajar.
Belajar dari pengalaman yang baik dari berbagai negara, karena yang menyelenggarakan evaluasi diri bukan hanya Australia, maka  Indonesia juga mengembangkan Intrumen EDS  untuk menunjang peningkatan mutu sekolah dalam memenuhi delapan SNP. Dalam hal ini sekolah Indonesia dipicu untuk menyeragamkan diri mengukur kinerja dengan prinsip yang sama.
             Ketika kita tengok model SSE di Austalia, tiap negara bagian dapat mengembangkan ciri khasnya dalam melakukan evaluasi diri. Seperti,  Australia Selatan mengembangkan instumen berdasarkan sembilan prinsip yaitu, fokus pada belajar, berpikir sistematis, kepemimpinan partisipatif; pengembangan kutur,  mendengarkan dan merespons; menyusun data,  menetapkan arah,  sumber daya target, dan peningkatan mutu berkelanjutan.
             Australia juga menempatkan peran sekolah untuk mengembangkan otonominya dalam menerapkan kebijakan mutu pendidikan. Hal ini terlihat dari  instrumen SSE-nya  dengan menggunakan lima pertanyaan sebagai poros penjaminan mutu seperti yang terlihat  di bawah ini:


Pertanyaan 




1. Apakah sekolah telah mencoba mencapai target hasil belajar siswa (student outcomes)?
                    
2. Apakah target hasil belajar siswa telah sekolah capai?
   
3. Mengapa sekalah mencapai/tidak mecapai peningkatan target hasil belajar siswa?
4. Bagaimana efektivitas manajemen sekolah dalam mengelola sumber daya yang menunjang  pencapaian target hasil belajar siswa?

5. Apa yang dapat selolah lakukan kemudian (masa depan) untuk melakukan perbaikan mutu berkelanjutan?

            EDS  di Indonesia SNP banget sehingga mendorong evaluator melupakan kondisi nyata sekolah sebagai konteks esensialnya.  Indonesia rupanya begitu yakin dengan kebenaran asumsi bahwa setiap idikator yang diukur pasti menjamin terwujudnya mutu. Hal itu terlihat pada pelaksanaan pelatihan para pengawas. Pengawas didorong untuk tidak menghiraukan  target-target relatif yang sekolah tetapkan.
              Program sekolah tidak menjadi kajian khusus sehingga efektivitas kinerja sekolah  hanya diukur dengan  produk kinerja sekolah dibandingkan dengan kriteria SNP. Jika tidak sesuai SNP maka sekolah belum menunjukkan kinerjanya yang berarti. Luar biasa!
Merespon kecendrungan itu, penulis memandang perlu agar kita lebih bijak, tidak mengembangkan pemikiran bahwa standar harus menyandra inisiatif sekolah. Standar Nasional Pendidikan bukan satu-satunya bahan pertimbangan untuk menilai kinerja.
             Menyandingkan kinerja sekolah dengan kriteria pemenuhan SNP tampa memperhatikan keragaman kemampuan sekolah yang sangat variatif tentu tidak bijak. Evaluator seyogyanya menggunakan  pendekatan kacamata kuda. Ada berbagai hal yang perlu menjadi perhatian, di antaranya, dimensi SNP, kondisi nyata sekolah, dan target yang sekolah tetapkan dalam programnya, keragaman daerah, keragaman sosial yang menunjang sekolah dan yang lainnya.
Melalui pendekatan multi dimensi, keragaman daerah, sumber daya, prestasi sekolah, dan kriteria mutu sesuai dengan SNP dihargai sehingga nilai yang sekolah peroleh dapat dilihat dari berbagai dimensi pula. Bisa terjadi sekolah belum mencapai target nasional, namun sudah menjadi terdepan di daerahnya, ada sekolah yang kurang beruntung karena baru memenuhi standar pelayanan minimal, namun memiliki guru-guru yang sangat berdedikasi.
              Pendekatan yang terlalu kaku karena menilai sekolah  menggunakan dimensi mutlak memenuhi SNP dalam melaksanakan EDS dapat menjadi kontraproduktif dan menimbulkan apriori  para pengelola sekolah terhadap usaha peningkatan mutu sekolah yang perlu proses yang lama, bertahap, dan peningkatannya tidak selalu cepat.
               Sesungguhnya ketika memutlakan karena kita hanya yakin dengan satu kebenaran bahwa penerapan SNP dengan tidak memperhatikan kondisi nyata sekolah, maka sesungguhnya kita sedang memutlakan bahwa asumsi SNP menjamin terwujudnya mutu lulusan sesuai dengan kebutuhan siswa di masa depan sungguh beresiko. Masalahnya adalah siapa yang bisa menjamin jika seluruh  kriteria SNP pasti mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan masa depan.
                 Oleh karena itu, untuk menilai keberhasilan sekolah perlu mempertimbangkan berbagai dimensi. Dimensi kompetensi lulusan adalah fokusnya, namun kompetensi lulusan yang bermutu itu harus sesuai dengan kebutuhan mutu  dalam konteks lokal, nasional, bahkan global. Dimensi lain adalah sumber daya yang sekolah miliki.
                 Setiap target sebaiknya ditetapkan secara optimal, namun dengan tetap berpijak pada kemampuan tiap sekolah. Perbaikan itu menjadi relatif, namun sekolah harus tetap didorong agar mampu meningkatkan kinerjannya, dan prinsip manajemen mutu adalah menghargai setiap kemajuan yang dapat sekolah capai walaupun baru sedikit saja.
                Dengan mempertimbangkan berbagai dimensi dalam melaksanakan pembaharuan mutu, maka penyelenggaran Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah  perlu dilakukan dengan hati-hati. Hargai mutu yang sekolah dapat raih sekali pun masih jauh dari standar nasional. Untuk memperoleh data yang bernilai, maka model pertanyaan yang digunakan Australia setidaknya dapat menginspirasi pengawas, Apa yang sesunggunya Tuan dan Puan cari di sekolah dalam melaksanakan MSPD.