Rabu, 05 Desember 2012

APA DAN BAGAIMANA TEAM TEACHING ?



 Team teaching  atau pengajaran beregu dapat didefinisikan sebagai kelompok yang beranggotakan  dua orang guru atau lebih yang bekerja sama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran bagi kelompok peserta didik yang sama. Quinn dan Kanter (1984) sebagaimana dikutif Karin Goetz menjelaskan bahwa  pengajaran tim dapat berlangsung apabila kerja sama tim antara dua pendidik yang berkualifikasi sama.
Dalam kebersamaan itu mereka membuat perencanaan pembelajaran, bersama-sama menyajikan materi, dan bersama-sama pula melakukan evaluasi, remedial dan pengayaan. Kerja sama dilakukan dengan  membagi tanggung jawab dan peran yang jelas dalam mencapai tujuan yang lebih baik daripada pembelajaran yang ditangani sendiri.
Pengajaran tim atau beregu menurut Karin Goetz  dapat dibagi dalam dua kategori besar yaitu:
  • Kategori A: Kerja sama dua pendidik atau lebih yang mengajar siswa yang sama pada saat yang bersamaan di kelas yang sama.
  • Kategori B: Kerja sama dua pendidik atau lebih yang bekerja tidak selalu mengajar kelompok siswa yang sama dan tidak selalu pada waktu yang sama.
Pada kategori A ketika tim pendidik mengajarkan kelompok siswa yang sama maka  ada sejumlah peran yang berbeda yang mungkin harus guru laksanakan. Pada kategori pengajaran tim biasanya melibatkan kombinasi dari model ini sesuai dengan kepribadian, filsafat atau kekuatan dari tim guru serta kepribadian dan kekuatan dari peserta didik. Ada pun variasi kegiatan menurut Karin Goetz  meliputi kegiatan seperti di bawah ini.
  • Pengajaran Tim Tradisional: Dalam hal ini, para guru aktif berbagi tugas, materi, dan membangun keterampilan untuk semua siswa. Contoh, seorang guru dapat menyajikan materi baru untuk para siswa sedangkan guru lainnya membangun peta konsep yang ditayangkan  untuk membantu siswa yang sedang mendengarkan presentasi guru.
  • Pengajaran Kolaborasi: pengalaman akademis ini menggambarkan situasi pengajaran tim tradisional. Pada model ini guru bekerja sama dalam menyampaikan tujuan,  materi dan menerapkan strategi pembelajarn dengan bertukar dan mendiskusikan ide-ide dan teori di depan peserta didik. Tim guru bekerja sama dalam  kelompok belajar dengan menggunakan  teknik pembelajaran seperti pada kelompok kecil, diskusi yang dipimpin oleh siswa ataupun oleh guru.
  • Pendukung Tim Pengajaran: Kondisi ini terjadi ketika salah satu guru bertanggung jawab untuk mengajarkan materi kepada siswa, sedangkan guru lainnya memerankan tugas tindak lanjut seperti menjelaskan lebih lanjut, membantu siswa mengerjakan pekerjaan lanjutan, dan memantau kompetensi siswa dalam mengerjakan tugas sesuai instruksi.
  • Pembelajaran Paralel: Dalam kerja sama ini, kelas dibagi menjadi dua kelompok dan setiap guru bertanggung jawab untuk mengajar bahan yang sama kelompok yang lebih kecil kelompoknya lebih kecil. Model ini biasanya digunakan bersama dengan bentuk-bentuk pengajaran tim, dan ideal untuk situasi ketika siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah, sebagai  fasilitator guru dapat  berkelana dan memberikan dukungan individual kepada siswa.
Pembelajaran kategori B terdiri dari berbagai model pengajaran tim dengan model kerja sama yang tidak selalu mengajarkan kelompok siswa yang sama juga tidak pada waktu yang sama. Kategori pengajaran tim seperti ini dapat dibagi dalam berbagai bentuk kerja sama:
  • Anggota tim bertemu untuk berbagi ide dan sumber daya tetapi berfungsi secara independen. Contoh, dalam satu semester guru tampil di kelas sendirian, dapat tampil di kelas yang sama, materi yang berbeda, namun mengajar dengan menggunakan rencana pembelajaran yang telah disepakti bersama. Diskusi antara anggota tim berlangsung dalam perencangan kurikulum secara bersama-sama. Anggota tim guru berbagi ide dan sumber daya tapi selain mengajar mandiri. Versi pembelajaran kooperatif seperti ini memerlukan pertemuan mingguan dan berbagai sumber belajar dan sumber daya lain. Tujuan dari pertemuan mingguan untuk membahas konsep-konsep yang akan dibahas pada minggu berikutnya di  kelas, untuk menyajikan materi,  cara-cara mengajar, menilai konsep yang akan diajarkan, dan untuk berbagi ide-ide baru dalam mendorong peningkatan hasil belajar siswa.
  • Tim pendidik berbagai sumber belajar dan materi pelajaran: Dalam tim kerja sama ini  guru mengajar kelas mandiri, tetapi bahan-bahan,  sumber daya, materi, rencana pelajaran, buku pelajaran tambahan, alat peraga, model latihan, dan instrumen evaluasi berbagi di antara anggota tim.
  • Satu orang rencana kegiatan pembelajaran untuk seluruh tim. Model ini tidak mengambil keuntungan penuh dari konsep tim. Pelaksanaannya berkembang dengan cara menggabungkan  ide-ide individu. Kadang-kadang, karena keterbatasan waktu bisa terjadi satu orang merancang program untuk digunakan semua anggota tim.
  • Berbagi Tugas Perencanaan: pembelajaran dirancang bersama,  masing-masing instruktur mengajar di kelas berbeda, bahkan dapat di sekolah yang berbeda, namun  dirancang bersama-sama dengan cara menggabungkan tugas tiap individu menjadi dokumen bersama setelah dibahas bersama-sama.
Kedua  kategori itu menggambarkan pengaturan tugas yang jelas kepada anggota tim. Jenis pembagian tugas bergantung pada penetapan pilihan kategori oleh tim. Kesamaan yang mendasar dalam seluruh kategori adalah, anggota tim bertukar ide, berdiskusi, dan merumuskan tujuan, menetapkan target mutu  dalam bentuk indikator pencapaian kompetensi (IPK), menetapkan instrumen evaluasi, menetapkan materi pelajaran, menetapkan strategi pembelajaran, menetapkan strategi pelaksanaan evaluasi pembelajran, menetapkan strategi remedial dan pengayaan.
Strategi khusus dalam pelaksanaan model Pengajaran Tim Tradisional anggota tim  berbagi tugas dalam pelaksanaan kegiatan bersama. Model ini cocok untuk tim yang memenuhi kewajiban pelaksanaan tugas bersama seperti untuk pemenuhan persyaratan sertifikasi guru.
Model 1:
http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2011/01/New-Picture.pngModel 2:
http://gurupembaharu.com/home/wp-content/uploads/2011/01/New-Picture-2.png
Pembagian tugas pada setiap kategori berbeda-beda dan dapat dilakukan atas persetujuan bersama dengan mempertimbangkan tujuan, target, dan strategi yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Adminstrasi
Kelengkapan administrasi team teaching sebagai bukti fisik memenuhi kewajiban guru mengajar yang perlu sekolah siapkan sebagai berikut.
  1. Surat keputusan pembagian tugas yang ditetapkan kepala sekolah.
  2. Dalam surat keputusan perlu ditetapkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh tim dan anggota tim sebagai bahan pertanggungjawaban tim dalam melaksanakan tugas.
  3. Jadwal mengajar.
  4. Dokumen Rencana Kegiatan Tim dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pebelajaran serta rincian pembagian tugas masing-masing.
  5. Agenda kelas atau lembar bukti fisik pelaksanaan tugs dalam kelas yang ditandatangani oleh anggota tim.
  6. Catatan kegiatan pembelajaran yang ditandatangani oleh anggota tim.
  7. Hasil evaluasi pembelajaran yang dilaporkan dan ditandatangani olen seluruh anggota tim.
Harapan Terhadap Pengajaran Beregu (Team Teaching)
Tim mengajar merupakan salah satu metode  untuk menguatka daya  dieksplorasi guru dan siswa sehingga dapat belajar dan bekarja lebih cepat.  Banyak keluhan guru yang menghadapi siswa terlalu banyak dalam kelas dan kelebihan guru sehingga tidak mendapatkan tugas 24 jam. Dan, secara teknis kedua masalah terjawab dengan melaksanakan  team teaching.
Pekerjaan yang dilakukan sendiri-sendiri dengan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dalam satu tim secara teori harus jauh lebih baik dalam bentuk tim yang menghasilakan keuntungan lebih banyak. Oleh karena itu, harapan yang lebih tinggi digantungkan pada  team teaching seharusnya lebih tinggi, tim bekerja kompak dan terorganisir.
Daftar Pustaka:
Karin Goetz., 2011, Prespective on Team Teaching,
http://people.ucalgary.ca/~egallery/goetz.html
Janel Flynn, 2011, What is Team Teaching?
http://www.ehow.com/about 4651920 what-team-teaching.html
Yeni Artiningsih, 2008. Team Teaching,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/28/team-teaching/

EVALUASI DIRI SEKOLAH ( EDS )

             
                   TAHUN 2013 SELURUH SEKOLAH DI KABUPATEN LAMONGAN 
                                                     HARUS MELAKUKAN EDS              

              Evaluasi diri sekolah_EDS (School Self Evaluation_SSE)  akan menjadi komponen penting dalam kerangka perbaikan sistem kerja peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sekali pun dalam uji coba yang dilakukan saat ini, sebagian sekolah memandang kegiatan ini hanya cari-cari kerjaan, namun sebagian pengelola  sekolah yang lain  memahami bahwa EDS dan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MSPD) menumbuhkan keyakinan tinggi  dalam hal perbaikan mutu.
              Pelaksanaan SSE telah Australia laksanakan sejak beberapa tahun lalu,  mereka mengembangkan instrumen Evaluasi Diri sejak tahun 2007. Kini lembaga pendidikan formal di Australia telah berpengalaman melaksanakan SSE.  Kini giliran  Indonesia, mulai tahun 2010 mensosialisasikan program EDS dan kini mulai dilaksanakan di sekolah dari TK hingga pendidikan menengah.
              Evaluasi diri di negara tentangga telah berhasil meningkatkan pemahaman warga sekolah terhadap posisi  kinerjanya dalam peningkatan mutu. Mereka juga mulai terbiasa dengan pelaksanaan evaluasi dan menyusun laporan. Lebih dari  itu, SSE telah memicu pertumbuhan mutu pelayanan belajar.
Belajar dari pengalaman yang baik dari berbagai negara, karena yang menyelenggarakan evaluasi diri bukan hanya Australia, maka  Indonesia juga mengembangkan Intrumen EDS  untuk menunjang peningkatan mutu sekolah dalam memenuhi delapan SNP. Dalam hal ini sekolah Indonesia dipicu untuk menyeragamkan diri mengukur kinerja dengan prinsip yang sama.
             Ketika kita tengok model SSE di Austalia, tiap negara bagian dapat mengembangkan ciri khasnya dalam melakukan evaluasi diri. Seperti,  Australia Selatan mengembangkan instumen berdasarkan sembilan prinsip yaitu, fokus pada belajar, berpikir sistematis, kepemimpinan partisipatif; pengembangan kutur,  mendengarkan dan merespons; menyusun data,  menetapkan arah,  sumber daya target, dan peningkatan mutu berkelanjutan.
             Australia juga menempatkan peran sekolah untuk mengembangkan otonominya dalam menerapkan kebijakan mutu pendidikan. Hal ini terlihat dari  instrumen SSE-nya  dengan menggunakan lima pertanyaan sebagai poros penjaminan mutu seperti yang terlihat  di bawah ini:


Pertanyaan 




1. Apakah sekolah telah mencoba mencapai target hasil belajar siswa (student outcomes)?
                    
2. Apakah target hasil belajar siswa telah sekolah capai?
   
3. Mengapa sekalah mencapai/tidak mecapai peningkatan target hasil belajar siswa?
4. Bagaimana efektivitas manajemen sekolah dalam mengelola sumber daya yang menunjang  pencapaian target hasil belajar siswa?

5. Apa yang dapat selolah lakukan kemudian (masa depan) untuk melakukan perbaikan mutu berkelanjutan?

            EDS  di Indonesia SNP banget sehingga mendorong evaluator melupakan kondisi nyata sekolah sebagai konteks esensialnya.  Indonesia rupanya begitu yakin dengan kebenaran asumsi bahwa setiap idikator yang diukur pasti menjamin terwujudnya mutu. Hal itu terlihat pada pelaksanaan pelatihan para pengawas. Pengawas didorong untuk tidak menghiraukan  target-target relatif yang sekolah tetapkan.
              Program sekolah tidak menjadi kajian khusus sehingga efektivitas kinerja sekolah  hanya diukur dengan  produk kinerja sekolah dibandingkan dengan kriteria SNP. Jika tidak sesuai SNP maka sekolah belum menunjukkan kinerjanya yang berarti. Luar biasa!
Merespon kecendrungan itu, penulis memandang perlu agar kita lebih bijak, tidak mengembangkan pemikiran bahwa standar harus menyandra inisiatif sekolah. Standar Nasional Pendidikan bukan satu-satunya bahan pertimbangan untuk menilai kinerja.
             Menyandingkan kinerja sekolah dengan kriteria pemenuhan SNP tampa memperhatikan keragaman kemampuan sekolah yang sangat variatif tentu tidak bijak. Evaluator seyogyanya menggunakan  pendekatan kacamata kuda. Ada berbagai hal yang perlu menjadi perhatian, di antaranya, dimensi SNP, kondisi nyata sekolah, dan target yang sekolah tetapkan dalam programnya, keragaman daerah, keragaman sosial yang menunjang sekolah dan yang lainnya.
Melalui pendekatan multi dimensi, keragaman daerah, sumber daya, prestasi sekolah, dan kriteria mutu sesuai dengan SNP dihargai sehingga nilai yang sekolah peroleh dapat dilihat dari berbagai dimensi pula. Bisa terjadi sekolah belum mencapai target nasional, namun sudah menjadi terdepan di daerahnya, ada sekolah yang kurang beruntung karena baru memenuhi standar pelayanan minimal, namun memiliki guru-guru yang sangat berdedikasi.
              Pendekatan yang terlalu kaku karena menilai sekolah  menggunakan dimensi mutlak memenuhi SNP dalam melaksanakan EDS dapat menjadi kontraproduktif dan menimbulkan apriori  para pengelola sekolah terhadap usaha peningkatan mutu sekolah yang perlu proses yang lama, bertahap, dan peningkatannya tidak selalu cepat.
               Sesungguhnya ketika memutlakan karena kita hanya yakin dengan satu kebenaran bahwa penerapan SNP dengan tidak memperhatikan kondisi nyata sekolah, maka sesungguhnya kita sedang memutlakan bahwa asumsi SNP menjamin terwujudnya mutu lulusan sesuai dengan kebutuhan siswa di masa depan sungguh beresiko. Masalahnya adalah siapa yang bisa menjamin jika seluruh  kriteria SNP pasti mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan masa depan.
                 Oleh karena itu, untuk menilai keberhasilan sekolah perlu mempertimbangkan berbagai dimensi. Dimensi kompetensi lulusan adalah fokusnya, namun kompetensi lulusan yang bermutu itu harus sesuai dengan kebutuhan mutu  dalam konteks lokal, nasional, bahkan global. Dimensi lain adalah sumber daya yang sekolah miliki.
                 Setiap target sebaiknya ditetapkan secara optimal, namun dengan tetap berpijak pada kemampuan tiap sekolah. Perbaikan itu menjadi relatif, namun sekolah harus tetap didorong agar mampu meningkatkan kinerjannya, dan prinsip manajemen mutu adalah menghargai setiap kemajuan yang dapat sekolah capai walaupun baru sedikit saja.
                Dengan mempertimbangkan berbagai dimensi dalam melaksanakan pembaharuan mutu, maka penyelenggaran Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah  perlu dilakukan dengan hati-hati. Hargai mutu yang sekolah dapat raih sekali pun masih jauh dari standar nasional. Untuk memperoleh data yang bernilai, maka model pertanyaan yang digunakan Australia setidaknya dapat menginspirasi pengawas, Apa yang sesunggunya Tuan dan Puan cari di sekolah dalam melaksanakan MSPD.

Kamis, 07 Juni 2012

MODEL PANDUAN PELAKSANAAN LESSON STUDI


Apakah Lesson Studi?
Lesson Studi merupakan proses pembinaan profesi guru secara berkelanjutan melalui kegiatan praktik melaksanakan tugas. Dengan melaknakan LS guru memiliki peluang memperbaiki tugas profesinya dengan cara bekerja sama dengan teman sejawat. Pelaksanaan LS meningkatkan peluang berkolaborasi  dengan tidak meninggalkan tugas mengajar. Oleh karena itu, LS mendorong guru untuk mengembangkan diri menjadi insan pembelajar.

Apa tujuan Lesson Study?
Tujuan lesson study  adalah menyediakan peluang kepada guru untuk memperbaiki pelaksanaan tugas profesi dengan cara memperhatikan guru yang mengajar dan menimba pengalaman dari praktek pembelajaran.

Mengapa Lesson Study?
Lesson Study adalah aktivitas yang , berkelanjutan, proses pembangunan yang komprehensif profesional. Hal ini memungkinkan guru untuk mengeksplorasi tantangan instruksional nyata yang dihadapi di dalam kelas
dengan siswa mereka. Ini pengembangan profesional adalah guru-diarahkan dan siswa-berpusat. Lesson Study membantu mendefinisikan praktik terbaik dalam penerapan strategi.

Keuntungan Melaksanakan Lesson Study?
Pelaksanaan Lesson Study dapat meningkatkan peluang pencapaian tujuan pembelajaran dan pemenuhan standar dalam kelas. Melalui pelaksanaan Lesson Study memungkinkan guru untuk:
  1. Mempertimbangkan tujuan pada sebagian materi pelajaran.
  2. Merencanakan pembelajaran untuk kepentingan siswa mencapai tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang.
  3. Memperdalam pengetahuan.
  4. Mengembangkan kompetensi pedagogis.
  5. Berbagi pengalaman dan mengembangkan disain praktik terbaik.
  6. Berpartisipasi dalam proses pembelajaran
  7. Memahami cara siswa berlajar, berpikir dan bertindak.
  8. Mengeksplorasi hambatan belajar siswa.
  9. Mempelajari teknik mengajar yang efektif
  10. Memahami prilaku profesional guru dalam kelas yang berpengaruh terhadap prilaku siswa.
  11. Mengembangkan keterampilan mengajar dengan memperhatikan pengalaman rekan mengajar.
  12. Mengembangkan keterampilan membina diri dan membina teman.
  13. Mengembangkan pencapaian belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan pengamatan.
  14. Mengembangkan pemikiran secara mendalam tentang penetapan tujuan pembelajaran dalam jangka pendek dan jangka panjang.
  15. Mengantisipasi pengembangan keterampilan berpikir siswa.
  16. Menghimpun data tentang siswa belajar dan berprilaku.
  17. Meningkatkan perbaikan pembelajaran melalui kegiatan observasi siswa belajar, memahami materi, dan mengembangkan keterampilan.
  18. Memahami bagaimana siswa belajar tentang cara belajar.
  19. Mengembangkan perbaikan mutu profesi berkelanjutan.
  20. Menunjang perbaikan kompetensi guru pemula.
Ada berapa tahap kegiatan siklus Lesson Study?
Tahap kegiatan terdiri atas 4 bagian, yaitu:
  • Tahap I  Penjadwalan dan Perencanaan
  • Tahap II Pembelajaran dan Observasi
  • Tahap III Tanya jawab
  • Tahap IV Pembelajaran Ulang dan Refleksi.
Berapa lama kita melaksanakan Lesson Study?
Tak ada batasan waktu yang kaku untuk menyelesaikan siklus. Lesson studi merupakan proses peningkatan profesi berkelanjutan. Karenanya, dapat diimplementasikan sepanjang tahun. Beberapa siklus dapat tuntas, guru lebih berkompeten, dalam satu dua minggu saja. Akan tetapi, bisa dirancang dalam sepanjang tahun pelajaran, memerlukan cukup banyak pertemuan.

Mengapa memerlukan banyak waktu?
Banyak waktu yang  guru perlukan untuk merencanakan dan mengembangkan mutu pembelajaran karena LS memerlukan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai tulang punggung pelaksanaannya. Untuk kepentingan mutu, RPP perlu terus diperbaiki secara berkelanjutan.

Bagaimana Merencanakan LS?
Model perencanaan LS sangat variatif bergantung pada tujuan yang hendak dicapai dan disepakti bersama oleh para anggota yang akan melakukan kegiatan. Di sini akan penulis  sajikan

Jumat, 25 Mei 2012

HASIL TERBAIK UJIAN NASIONAL SMA 2012


LAMONGAN :
Rata-rata hasil ujian Nasional Tingkat SMA Tahun 2012   untuk  tingkat sekolah rata-rata nilai tertinggi di raih oleh SMAll Negeri 2 Lamongan, Jawa Timur. Sedangkan untuk nilai tertinggi perorangan sebagai berikut : Seorang pelajar Jawa Barat mendapatkan nilai tertinggi untuk ujian nasional tingkat sekolah menengah, sementara tak satu pun siswa asal Jogjakarta  mencatat prestasi demikian.
“Peringkat siswa dengan nilai UN murni tertinggi justru dari SMA Negri 2 Kuningan, Jawa Barat, atas nama Triawati Octavia, diikuti  siswa dari SMA Negeri 2 Lamongan Jawa Timur menduduki peringkat ke 2 , dengan nilai 58,50. Peringkat ke-3 dari SMAN 4 Denpasar dengan nilai 58,45, peringkat ke-4 dari SMA Santa Ursula Jakarta dengan nilai 58,45.  Peringkat ke 7  juga dari SMA Negeri 2 Lamongan dengan nilai 58,45. Siswa dari Jogjakarta belum ada yang masuk peringkat nilai UN tertinggi. Tapi DKI Jakarta ada satu dari 19 siswa,” kata  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh kepada pers saat menyampaikan hasil UN Tahun Ajaran 2011/2012 SMA/MA di Jakarta, Kamis (24/5).
Sebanyak 1,517 juta siswa tingkat SMA/MA dinyatakan lulus UN untuk tahun ajaran 2011/1012 atau 99,50% , sedangkan  yang tidak lulus 7.345 siswa (0,48%). Hasil lulus dan tidaknya siswa ditentukan oleh kombinasi  ujian nasionaL dan nilai sekolah, tambahnya.
Nuh menegaskan bahwa Ujian Nasional  tetap dibutuhkan tahun depan karena dapat mendeteksi secara rinci kemampuan semua siswa peserta. Kelulusan tetap berdasarkan 60%nilai UN dan 40%  nilai sekolah/madrasah.
“UN itu analoginya kalau dikedokteraan seperti alat  CT Scan atau MRI 64 slice yang mampu merinci segala sudut kemampuan dari siswa. Menurut rencana pengumuman kelulusan UN bagi siswa SMA sederajat pada 26 Mei 2012.”
Kepala sekolah diberikan wewenang untuk umumkan kelulusan dengan caranya sendiri.
Siswa yang tidak ikut UN, kata Nuh, antara lain disebabkan siswa “drop out”, bekerja, menikah hingga meninggal.
Siswa yang tidak lulus UN terbanyak berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur  sebesar 5,50%, Provinsi Gorontalo 4,24%. Sementara provinsi yang paling kecil siswanya  tidak lulus UN adalah di Jawa Timur sebesar 0,07%.
Semua provinsi ada siswa yang tidak lulus UN untuk tahun ajaran ini. Tapi ada juga  sekolah yang seluruhnya atau 100% siswanya dinyatakan lulus UN dan ada pula sekolah 100% siswanya tidak lulus UN. Sekolah yang seluruh  siswanya tidak lulus jumlahnya hanya 4 orang dan tidak lulus semua.
Siswa yang tidak lulus disebabkan nilai akhir rata-rata tidak sampai 5,5 dan ada pula rata-rata mata pelajaran nilainya kurang dari empat. DIY misalnya jumlah siswa yang tidak lulus ada134 (0,71%) dari 18.802 peserta.
Dari jumlah itu setelah di rinci maka untuk mata pelajaran bahasa Inggris ada 2 siswa tidak  lulus karena nilainya kurang dan di mata pelajaran matematika ada 25 siswa  tidak berhasil.
                                                                                                Rivkas
Ketentuan kelulusan juga diikuti dengan perilaku dan budi pekerti, ada juga siswa yang  dinyatakan lulus UN tapi oleh pihak sekolah bisa digugurkan kelulusannya jika diketahui melakukan tindak kriminal.

“Sebenarnya untuk kasus NTT ,terjadi peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan di NTT, namun bukan hanya NTT yang melakukan perubahan.

NTT melakukan perubahan dan perbaikan kualitas pendidikan namun dia tidak sendirian. Semua daerah juga melakukan peningkatan agar tidak berada di posisi terbelakang,peningkatan pada NTT tidak terlepas dari intervensi kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud.
“Kami sudah mengucurkan Rp200-300 miliar untuk melakukan intervensi pendidikan di NTT baik sarana maupun prasaran. Bukti keberhasilan intervensi terhadap sekolah yang 100% tidak lulus tahun lalu dengan melihat kondisi saat ini. Misalnya SMAN Urei Fasei Papua, tahun ini berhasil lulus 100%  dengan rata-rata nilai akhir 7,19,” kata menteri.

Tidak hanya SMAN Urei Fasei, empat sekolah lain, yakni SMA Abadi, Jakarta Utara, SMAN 3, Aceh, MA Nurul Ikhlas, Jambi, dan SMA LKMD Kian Darat, Maluku, yang mendapat intervensi pada 2011, tahun ini berhasil lulus 100 persen.

“Kecuali SMA Abadi di Jakarta Utara yang akhirnya ditutup karena tidak mampu mengikuti standar yang kami berikan,” tegas Nuh. (JIBI/hl)